Al Imam Bukhari meriwayatkan:
"Dari Aisyah, Bahwasanya Fatimah dan Abbas as, mendatangi Abu Bakar keduanya meminta hak warisan mereka dari Rasulullah saw, ketika itu mereka meminta tanah mereka dari Fadak dan bagian mereka dari Khaibar, kemudian Abu Bakar berkata kepada mereka "Aku mendengar Rasulullah saw berkata : kami tidak mewariskan, apa-apa yang kami tinggalkan adalah sedekah, hanya saja keluarga Muhammad makan dari harta ini", berkata Abu Bakar "Demi Allah aku tidak meninggalkan satu hal yang aku lihat Rasulullah saw mengerjakannya kecuali aku kerjakan juga", maka Sayidatuna Fatimah menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara
dengannya sampai wafatnya ". (HR Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Sayidatuna Fatimah marah dan tidak berbicara dengan Abu Bakarsampai wafatnya karena peristiwa ini.
Syubhat
Rasulullah saw pernahbersabda :
"Fatimah adalah bagian dariku, maka siapa saja yang membuatnya marah berarti telah membuat aku marah " (HR Bukhari)
Dengan penolakan ini, Abu Bakar telah membuat marah Sayidatuna Fatimah, secara tidak langsung dia telah membuat Rasulullah marah kepadanya. Lagi pula alasan yang diajukan Abu Bakar dalam penolakannya, yaitu bahwa para Rasul tidak mewariskan hartanya, bertentangan dengan ayat-ayat Al Quran, seperti ayat :
[
" DanSulaimanTelahmewarisiDaud" (QS An Naml : 16)
Atau ayat mengenai doa Nabi Zakariya :
" Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera (5) Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". ( QS Maryam : 5,6)
Kami Menjawab
Para nabi tidak mewariskan
Yang disampaikan Abu Bakar dalam penolakannya adalah sebuah hadits dari Rasulullah saw :
Aku mendengar Rasulullah saw besabda "Sesungguhnya kami tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah".
Hadits ini adalah hadits shohih yang memiliki banyak riwayat pendukung, dan diakui oleh para sahabat, termasuk didalamnya Sayyidina Ali dan Sayyidina Abbas. Bahkan hadits yang serupa dengan ini juga diriwayatkan dalam kitab Al Kafi yang merupakan kitab hadits utama dalam syiah, dari Abu Abdillah ( Ja`far As Shadiq) dikatakan :
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewarisi dirham dan dinar (harta)
Dan masih banyak riwayat yang senada dengan hadits di atas dalam kitab-kitab syiah, Al Majlisi mengatakan bahwa riwayat hadits tersebut memiliki dua jalur yang satu majhul yang kedua tsiqah.
Adapun mengenai ayat-ayat dalam Alquran yang mereka sampaikan, itu memang benar bahwa beberapa Nabi mewarisi Nabi yang lain akan tetapi mewarisi apa???. Sebab tidak semua kata waris dalam Alquran selalu dikonotasikan dengan harta, banyak ayat-ayat yang disitu disebutkan kata waris akan tetapi tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah harta, seperti dalam ayat :
"Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami"(QS Fathir : 32)
Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah mewariskan kitab kepada orang yang terpilih, padahal kitab bukanlah harta, begitu juga dengan ayat
" Itulah surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa." (Maryam : 63)
Rasulullah juga pernah bersabda :
"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi" (HR IbnuMajah)
Dalam hadits ini Rasulullah mengatakan ulama sebagai pewaris nabi dan jelas bahwa ulama tidak mendapatkan sepeserpun dari harta Rasulullah, yang mereka dapatkan dari Beliau hanyalah ilmu.
Begitu pula dengan ayat-ayat yang mereka sampaikan, meski di situ disebutkan mengenai waris akan tetapi yang dimaksud bukanlah warisan harta. Dalam ayat:
" Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud" (QS An Naml : 16)
Para mufasirin mengatakan bahwa yang diwarisi dalam ayat ini bukanlah harta akan tetapi kenabian, ilmu dan kerajaan. Karena jika yang dimaksud adalah harta seharusnya bukan hanya Nabi Sulaiman yang disebutkan mewarisi Nabi Dawud, karena di samping Nabi Sulaiman, Nabi Dawud memiliki sembilan belas putra laki-laki. Kenapa mereka tidak disebutkan dalam ayat ini ?
Dan inilah pula yang dimohon oleh Nabi Zakariya dalam doanya :
" Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai". ( QS Maryam : 5,6)
Yang dimaksud Nabi Zakariya adalah pewaris dalam kenabiannya dan kenabian leluhurnya yang berasal dari keturunan Ya`kub.
Sebenarnya yang diminta oleh Sayidatuna Fatimah kepada Abu Bakar adalah hak pengelolaan Tanah Fadak yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Rasulullah. Sayidatuna Fatimah ingin meneruskan jejak Ayahnya dalam mengelola tanah Fadak dan menyalurkan hasil tanah tersebut bagi kaum muslimin sebagaimana yang dilakukan Rasulullah semasa hidupnya.
Begitu besar keinginan Sayidatuna Fatimah akan hal ini sehingga Beliau merasa sangat kecewa ketika Abu Bakar menolaknya.
Pendapat ini dikuatkan dengan apa yang dilakukan Sayidina Ali dengan tanah Fadak. Sayidina Ali mengelola tanah Fadak sebagaimana Abu Bakar mengelolanya setelah Sayidina Umar menyerahkan kepengurusan Tanah
Fadak kepada beliau, Begitu juga ketika Sayidina Ali menjadi khalifah, beliau tidak memberikan tanah Fadak kepada putra-putra Sayidatuna Fatimah sebagai warisan Rasulullah, akan tetapi beliau mengelolanya untuk sedekah kaum muslim, begitulah juga yang dilakukan oleh Sayidina Hasan, Husain dan Ali zainal Abidin, mereka semuanya memperlakukan tanah tersebut sebagai sedekah Rasulullah, bukan untuk kepentingan pribadi, ini karena mereka mengerti bahwa yang dituntut Sayidatuna Fatimah adalah kepengurusan tanah Fadak untuk sedekah kaum muslim, bukan untuk kepentingan pribadinya.
Jika Sayidatuna Fatimah meminta Fadak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri, mengapa Sayidatuna Fatimah hanya meminta bagiannya dari tanah Fadak dan Khaibar dan tidak meminta peninggalan Rasulullah lainnya?.
Marahnya Fatimah
Setelah Abu Bakar menolak permintaannya, Sayidatuna Fatimah sebagaimana manusia biasa tentunya merasa kecewa, akan tetapi Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena hujjah yang dikatakan Abu Bakar adalah perkataan Ayahnya sendiri, maka Ia meninggalkan Abu Bakar dan sejak saat itu beliau tidak pernah lagi berbicara dengan Abu Bakar hingga wafatnya, Inilah yang dikatakan sebagian perawi hadits dengan ungkapan :
"Maka Fatimah putri Rasulullah saw marah dan menjauhi Abu Bakar sampai wafatnya"
Sebenarnya tidak aneh jika Sayidatuna Fatimah tidak berbicara dengan Abu Bakar setelah peristiwa itu hingga wafatnya, yaitu ± 6 bulan setelah wafat rasulullah, Karena ajaran islam memang melarang wanita untuk berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram kecuali jika ada hajat, dan jika selama enam bulan itu Sayidatuna Fatimah tidak memiliki hajat dengan Abu Bakar, dan Abu Bakar sibuk dengan urusan pemerintahannya, maka apa yang perlu dipermasalahkan.
Sedangkan mengenai hadits :
(
"Fatimah adalah bagian dariku, maka siapa saja yang membuatnya marah berarti telah membuat aku marah " (HR Bukhari)
Dalam hadits ini Rasulullah ingin menunjukkan ketinggian derajat Sayidatuna Fatimah disisinya, ini bukan berarti bahwa semua bentuk kemarahan Sayidatuna Fatimah berarti juga kemarahan Rasulullah saw, karena Sayidatuna Fatimah adalah manusia biasa yang memiliki sifat kemanusiaan seperti manusia lainnya. Maka tidak heran jika terkadang beliau marah pada seseorang, beliau juga pernah marah kepada Sayidina Ali tetapi tentu kita tidak menjadikan marahnya sebagai dalil bahwa Sayidina Ali adalah orang yang dibenci Rasulullah, bahkan hadits di atas diucapkan Rasulullah sebab Sayidina Ali melamar putri dari Abu Jahal sehingga membuat Fatimah menjadi sedih dan mengadu pada Rasulullah, sampai akhirnya Rasulullah bersabda demikian dan Sayidina
Ali menarik lamaranya, ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan juga riwayat syiah dari Ibnu Ba Buwaih Al Qummi.
Dalam kitab-kitab syiah banyak pula riwayat yang menyatakan bahwa Sayidatuna Fatimah pernah marah kepada Sayidina Ali, seperti saat cemburu melihat Sayidina Ali bersama budak perempuan, atau ketika Sayidina Ali tidak berbuat apa-apa masalah fadak, dan riwayat seperti ini tidak terdapat dalam kitab sunni.
Jika semua kemarahan Fatimah dapat membuat seseorang dibenci Rasulullah, maka berarti Sayidina Ali juga dibenci Rasulullah, tentu ini tidak pernah dikatakan baik dari pihak sunni atau Syiah. Jadi kemarahan Fatimah yang dimaksud Rasulullah dalam haditsnya bukan kemarahan secara mutlak, tetapi marah karena kedzoliman atau syariat.
Sedangkan Abu Bakar jelas tidak mendzolimi Sayidatuna Fatimah, karena yang dilakukan Abu Bakar hanyalah sikap dalam mempertahankan syariat sesuai dengan ijtihad beliau yang diambil berdasar hadits yang didengar dari Rasulullah saw dan kita telah bahas di atas bahwa hadits tersebut telah disepakati keshahihannya dari pihak sunni atau syiah.
Apalagi telah datang sebuah riwayat yang menyatakan bahwa pada akhirnya, Sayidatuna Fatimah meridhai Sayidina Abu Bakar setelah Abu Bakar datang meminta keridhaannya :
"Dari Sya`bi berkata, "Ketika Fatimah ra sakit, Abu Bakar ra mendatanginya kemudian meminta idzin untuk menemuinya, maka Ali ra berkata "Wahai Fatimah, ini Abu Bakar meminta idzin untuk menemuimu" Maka Fatimah ra berkata "Apakah kamu senang jika aku mengidzinkannya" Berkata Ali ra " Iya" maka Fatimah pun mengijinkannya, kemudian Abu bakar menemui Fatimah untuk meminta keridhaannya dan berkata " demi Allah
aku tidak meninggalkan rumah, harta, istri dan harta kecuali untuk mengharapkan keridhaan Allah, Rasulnya dan keridhaan kalian wahai Ahlul bait, kemudian Abu Bakar meminta keridhaannya dan Fatimah pun meridhainya" (HrBaihaqi)
Pemakaman di malam hari
Mengenai pemakaman Sayidatuna Fatimah yang dilakukan di malam hari, ini memang keinginan sayidatuna Fatimah sendiri karena Beliau adalah wanita yang sangat menjaga diri sehingga tak ingin jasadnya dilihat oleh banyak orang.
Diceritakan bahwa Sayidah Fatimah mengeluh pada Asma binti Umais (istri Abu Bakar) mengenai jenazah wanita muslimah yang biasanya hanya ditutupi selembar kain ketika diletakkan di atas usungan, Sayidah Fatimah merasarisihkarena hal itu dapat menampakkan lekuk tubuh jenazah, kemudian Asma` binti Umais memperlihatkankepadanyakerandajenazah yang dialihat di habasyah, keranda itu bisa menutup mayit dari pandangan orang, Sayidah Fatimah pun merasa senang dan menyuruh Asma untuk membuat keranda itu untuknya jika wafat agar tidak dapat dilihat orang.
Sedangkan mengenai ketidak hadiran Abu Bakar dalam pemakaman ini bukanlah merupakan hal aneh mungkin saja beliau memang tidak tahu mengenai wafatnya Sayidatuna Fatimah, sedangkan Sayidina Ali menganggap bahwa Sayidina Abu Bakar sudah mengetahuinya.
Jika kita renungkan, sebenarnya kejadian ini merupakan cobaan bagi kita semua dalam menghormati sahabat, Allah menguji rasa hormat kita kepada sahabat dengan peristiwa ini, mereka yang memandang dengan hati yang bersih tanpa campur tangan kepentingan akan menemukan bahwa baik Sayidina Abu Bakar maupun Sayidatuna Fatimah telah melakukan hal yang memang patut dilakukan oleh mereka, Sayidatuna Fatimah yang belum mengetahui bahwa para nabi tidak mewarisi, menuntut haknya dari fadak untuk dikelola seperti Rasulullah mengelolanya, sedangkan Abu Bakar yang telah mengetahui hal ini dengan hormat menolak permintaan ini, oleh karena itu Imam Zaid bin Husain bin Ali bin Abi Thalib pernah berkata :
"Jika aku berada di posisi Abu Bakar ra tentu aku akan memutuskan dalam masalah fadak seperti apa yang diputuskan Abu Bakarra " (HR Baihaqi)
No comments:
Post a Comment