Monday, May 14, 2012

Rangkaian Catatan Untuk VOA ISLAM (Tentang Pendekatan Kepada Syiah)


 Pembaca yang dirahmati Allah ……….
                Barangkali ada yang bertanya-tanya, kenapa kami mesti melakukan tulisan ini terhadap VOA ISLAM. Sebelum kami jawab, kami sampaikan sebuah kisah yang cukup terkenal tentang Imam Abu Hanifah.
Suatu ketika ada laki-laki yang mendatangi Imam Abu Hanifah mengadukan perihal orang lain yang dibencinya dan dianggapnya menyimpang. Laki-laki itu bercerita bahwa orang tersebut jika shalat tidak mau ruku’ dan sujud, suka makan bangkai, dan juga lari dari rahmat Allah Ta’ala. Demikianlah keadaan orang yang dibencinya itu, diceritakan oleh  laki-laki tadi agar Imam Abu Hanifah ikut-ikutan mencela orang terebut.
Tapi apa yang terjadi? Justru Imam Abu Hanifah membela orang yang dianggap menyimpang itu. Imam Abu Hanifah juga tahu bahwa laki-laki ini mengadu karena didasari kebencian semata.
Imam Abu Hanifah mengatakan: “Orang itu adalah salah satu wali Allah.” Tentunya jawaban ini membuat kaget laki-laki tadi. Imam Abu Hanifah melanjutkan: “Jika dia shalat tanpa ruku dan sujud, karena yang dilakukannya adalah shalat jenazah. Jika dia makan bangkai, karena yang dia makan adalah ikan. Jika dia suka lari dari rahmat Allah, maka dia lari hujan, bukankah hujan itu rahmat Allah? Dan bukankah kita juga lari kalau turun hujan?”
Inilah yang terjadi ……….
Ada pihak yang menceritakan tentang penyimpangan seseorang, ternyata yang dikira penyimpangan bukanlah penyimpangan, tetapi pemahaman pihak  itulah yang masih dangkal dan dibarengi rasa dengki terhadap orang tersebut. Inilah yang terjadi. Ada pihak yang mencoba membeberkan kesalahan Syaikh Al Qaradhawi –menurut klaim mereka adalah salah, padahal masalahnya berputar pada kekurang telitian mereka, dan dibarengi rasa benci kepada Syaikh Al Qaradhawi. Walau mereka mengatakan Syaikh adalah “ulama terkenal”, “ulama besar”, “ulama ternama”, tetapi perilaku mereka menunjukkan pelecehan terhadapnya. Kesalahan Syaikh adalah hal yang mesti ada karena dia manusia, dan kita tidak mengingkarinya, namun serahkanlah itu kepada ahlinya yang juga para ulama. Tetapi sayangnya, VOA ISLAM hanya bisa mengutip tanpa bisa mencerna, hanya bisa membeberkan tapi tidak bertanggung jawab.
Pembaca yang dirahmati Allah ………
Kita akan bahas point ke:
1- Figur yang mempengaruhi kepribadian Syeikh Yusuf Al-Qardhawi: Beliau berkata dalam sebuah konferensi pers dengan surat kabar Amerika Davis (disiarkan dalam sebuah buku dengan judul Islam dan barat):
Saya tumbuh disebuah sekolah yang berkhidmat kepada Islam – beliau mengklaim – bahwa sekolah ini dipimpin oleh seorang yang bersikap moderat dalam pemikiran, pergerakan, dan pergaulannya, yaitu Imam Syahid Hasan Albana dimana beliau sendiri adalah satu umat dari sisi ini, dimana beliau bermuamalah dengan seluruh manusia hingga sebagian penasihatnya adalah penganut kristen qibti dan memasukkan mereka dalam panitia politik dan menemani beliau dalam muktamar-muktamar dan berpendapat perlunya pendekatan dengan syi’ah).


Komentar kami:
Ada dua hal, Pertama, tentang hubungan dengan Kristen Qibthi. Itulah yang memang pernah terjadi, bahwa Imam Hasan Al BannaRahimahullah pernah berhubungan baik dengan kaum Kristen Qibthi (Koptik) di Mesir. Bahkan mereka pernah membantu Beliau dalam beberapa hal perjuangannya. Sampai saat ini pun Ikhwanul Muslimin di Mesir masih berhubungan baik dengan mereka. Ini pulalah yang menginspirasikan Syaikh Al Qaradhawi untuk tetap menjaga hubungan baik dengan salah satu kaum penduduk asli Mesir itu, kaum Kristen Qibthi. 
Kami berharap jikalau VOA ISLAM dan Ahmad Al Udaini mau lelah sedikit saja membuka kitab para ulama, – Insya Allah- mereka akan tahu dan tidak usah bersikap segegabah itu, sebab apa yang dilakukan oleh Syaikh Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi bukanlah kesalahan.
Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, bahwa menjelang wafat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau berwasiat:
الله الله فى قبط مصر فإنكم ستظهرون عليهم فيكونون لكم عدة وأعوانًا فى سبيل الله
Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah, dalam bergaul dengan kaum Qibthi Mesir. Sesungguhnya kalian akan mengalahkan mereka, dan mereka akan menjadi kekuatan dan pertolongan bagi kalian dalam perjuangan fi sabilillah(HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, No. 561, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 34023)
 Imam Al Haitsami berkata tentang hadits ini:
رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح.
Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan para perawinya adalah perawi shahih. (Majma’ Az Zawaid, 10/63)
Syaikh Al Albani juga berkata tentang hadits ini:
قلت: وهذا إسناد صحيح لا أعرف له علة؛ فإن رجاله كلهم ثقات
                Saya berkata: isnad hasits ini shahih, saya tidak mengetahui adanya cacat, dan semua perawinya adalah terpercaya. (As Silsilah Ash Shahihah No. 3113)
                Nah, hadits nabi yang mulia ini, sudah dibuktikan oleh realita   bahwa kaum Qibhti Mesir sudah dikalahkan umat Islam. Setelah itu, mereka akan menjadi pembantu bagi perjuangan umat Islam di sana. Maka, apa yang dilakukan oleh Syaikh Al Banna dan menjadi inspirasi bagi Syaikh Al Qaradhawi, bahwa   menggunakan tenaga mereka (kaum Kristen Qibthi)  dalam membantu perjuangan kaum muslimin, adalah hal yang justru dibenarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejak jauh-jauh hari.
                Imam An Nawawi menyebutkan:
وفيه معجزات ظاهرة لرسول الله صلى الله عليه و سلم منها اخباره بأن الامة تكون لهم قوة وشوكة بعده
                Pada hadits ini terdapat mu’jizat yang jelas bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya adalah pengabaran Beliau bahwa bagi mereka akan ada  umat yang   menjadi kekuatan dan senjata setelah itu. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/97. Mawqi’ Ruh Al Islam)
                Jika VOA ISLAM dan semisalnya, masih kurang puas, akan kami sampaikan beberapa riwayat lagi. 
                Abdullah bin Yazid dan Amru bin Huraits, dan selainnya mengatakan:
إنكم ستقدمون على قوم جعد رؤوسهم فاستوصوا بهم خيرا فإنهم قوة لكم وبلاغ إلى عدوكم بإذن الله ـ يعني قبط مصر ـ
                Sesungguhnya kalian akan mendatangi kaum yang keriting kepalanya, maka berwasiatlah yang baik-baik dengan mereka, karena mereka akan menjadi kekuatan bagimu, dan menjadi bekal bagimu untuk melawan musuh-musuhmu dengan izin Allah.  –yaitu kaum Qibthi Mesir. (HR. Abu Ya’la No. 1473, berkata Husein Salim Asad: para perawinya tsiqaat (terpercaya).   Ibnu Hibban No. 6677)
                Imam Al Haitsami mengatakan:
رواه أبو يعلى ورجاله رجال الصحيح.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan para perawinya adalah perawi shahih. (Majma’ Az Zawaid, 10/64)
                Dalam Shahih Muslim juga disebutkan:
إِنَّكُمْ سَتَفْتَحُونَ أَرْضًا يُذْكَرُ فِيهَا الْقِيرَاطُ فَاسْتَوْصُوا بِأَهْلِهَا خَيْرًا فَإِنَّ لَهُمْ ذِمَّةً وَرَحِمً أَو قال"ذِمَّةً وصِهراً
                Sesungguhnya kalian akan menaklukan negeri yang di dalamnya disebut-sebut Al Qiiraath, maka berwasiatlah yang baik-baik terhadap penduduknya, karena mereka memiliki jaminan dan kekeluargaan, atau diakatakan: jaminan dan perbesanan. (HR. Muslim No. 2543)
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah makana hubungan kekeluargaan dan perbesanan:
قال العُلَماءُ:الرَّحِمُ التي لهُمْ كَوْنُ هَاجَر أُمُّ إِسْماعِيلَ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مِنْهمْ."والصِّهْرُ": كونُ مارِية أُمِّ إِبراهِيمَ ابنِ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم منهم.
                Berkata ulama: Ar Rahim (hubungan kekeluargaan) yang mereka miliki adalah karena Hajar Ibnu Ismail Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah berasal dari golongan mereka (Qibthi). Dan As Sihru (hubungan perbesanan) karena Mariyah ibu Ibrahim anak RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga berasal dari mereka. (Lihat Riyadhus Shalihin, Hal. 133. Muasasah Ar Risalah)
                Dalam riwayat lain, juga dari Abu Dzar:
إِنَّكُمْ سَتَفْتَحُونَ مِصْرَ وَهِيَ أَرْضٌ يُسَمَّى فِيهَا الْقِيرَاطُ فَإِذَا فَتَحْتُمُوهَا فَأَحْسِنُوا إِلَى أَهْلِهَا فَإِنَّ لَهُمْ ذِمَّةً وَرَحِمًا
Sesungguhnya kalian akan menaklukan Mesir, dia adalah negeri yang di dalamnya disebut-sebut Al Qiiraath, maka jika kalian menaklukannya berwasiatlah yang baik-baik terhadap penduduknya, karena mereka memiliki jaminan dan kekeluargaan. (HR. Muslim No. 2544)
                Apakah Al Qiiraath? Para ulama telah berbeda dalam memaknainya. Imam Ibnu Hibban mengutip dari Harmalah:
قال حرملة: يعني بالقيراط أن قبط مصر يسمون أعيادهم وكل مجمع لهم: القيراط، يقولون: نشهد القيراط
                Berkata Harmalah: “Makna Al Qiiraath, bahwa Qibthi Mesir menamakan hari besar mereka dan semua perkumpulan mereka dengan sebutan Al Qiirath, mereka mengatakan: kami menyaksikan Al Qiiraath.” (Lihat Shahih Ibnu Hibban No. 6676)
                Imam An Nawawi mengatakan:
قال العلماء القيراط جزء من أجزاء الدينار والدرهم وغيرهما وكان أهل مصر يكثرون من استعماله والتكلم به
                Berkata ulama: Al Qiiraath adalah satu bagian dari bagian-bagian Dinar dan Dirham, dan selain keduanya. Dahulu penduduk Mesir banyak yang menggunakannya dan membicarakannya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/97. Mawqi’ Ruh Islam)
                Kami kira ini sudah cukup, bahwa sama sekali tidak ada kesalahan bagi Muslim Mesir (Syaikh Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi adalah orang Mesir) untuk menjadikan Kristen Qibhti sebagai alat bantu perjuangan mereka, sebab itu memang dibenarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Selesai.

                Kedua. Pendekatan dengan kaum Syi’ah.
                Kita sepakat bahwa syi’ah termasuk golongan tersesat. Namun mereka pun berkelompok-kelompok, ada yang masih dekat dengan Ahlus Sunnah seperti syi’ah zaidiyah di Yaman. Ada pula yang sampai taraf dikafirkan para ulama Ahlus Sunnah, bahkan dikafirkan oleh sebagian syi’ah sendiri. Bahkan Syaikh Al Qaradhawi sendiri pernah men-tahdzir syi’ah.
Pendekatan bukan Peleburan
Pendekatan yang diupayakan Imam Syahid dan Syaikh Al Qaradhawi —seandainya para pencela mau tenang, sabar, dan ikhlas memahaminya—niscaya akan menemukan titik temu dengan garis perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa SallamTauhidush shufuf(penyatuan barisan) –bukan penyatuan aqidah- yang dilakukan Imam Al Banna seyogianya dipahami sebagai strategi perjuangan dalam rangka kerjasama memerangi orang-orang yang memerangi Islam secara umum. Bahkan, memerangi manusia dan seluruh peradabannya, yaitu kolonialisme, imperialisme, ateisme, kapitalisme, sosialisme dan hedonisme yang pada masa itu dan sekarang sangat merajalela. Penyatuan itu amatlah beda dengan peleburan pemahaman doktrin akidah. Imam Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi telah menggariskan bahwa dakwah yang  mereka  bangun berada dalam barisan Ahlus Sunnah wal Jama 'ah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkoalisi dengan musyrikin Bani Khuza'ah dengan harapan ada kekuatan tambahan untuk melawan kaum musyrikin yang lebih besar dan berbahaya.   (Syaikh Yusuf Al Qaradhawy, Prioritas Gerakan Islam, hlm. 32). Setiap penyimpangan yang dimiliki sekte dalam Islam tentu memiliki kadar yang berbeda, bahkan satu sekte memiliki kelompok yang bermacam-macam. Tentunya sikap kita pun tidak dapat menyamaratakan semuanya walau sama-sama menyimpang. Itulah yang kita pelajari dari perjalanan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat-nya yang mulia.
Ketika Persia dan Romawi berperang dan dimenangkan Persia, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya merasa sedih mendengar berita itu. Sebaliknya ketika Romawi mengalami kemenangan, kaum muslimin pun ikut bergembira, Kisah itu dapat kita baca pada awal surat Ar Rum. Mengapa kaur muslimin berpihak pada Romawi? Alasannya, Romawi beragama Nasrani sedangkan Persia beragama Majusi (penyembah api). Di antara keduanya Nasranilah yang memiliki logika keberagamaan yang lebih dekat dengan Islam. Fa 'tabir ya ulul abshar ! Itulah strategi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan memanfaatkan potensi kebaikan yang ada pada musuh untuk menghadapi musuh yang lebih besar dan berbahaya.
Berkata Imam Al Hazimy, "Boleh meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik untuk memerangi orang musyrik lainnya selagi mereka bergabung dengan patuh dan tidak memberi andil bagi mereka." Imam  Ibnul Qayyim berkata, "Meminta bantuan kepada orang musyrik yang dapat dipercaya untuk keperluan jihad boleh dilakukan selagi dibutuhkan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri meminta bantuan kepada Dayyil dan penunjuk jalan dari Bani Al Khuza'iy yang kafir. Di situ ada maslahat karena orang yang dimintai bantuan dapat bergaul dengan musuh dan dapat mengetahui kabar tentang mereka."                (Syaikh Muhammad bin Said bin Salim Al Qahthany,Loyalitas Muslim terhadap Islam, him. 282)
Itu pula yang dilakukan Imam Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi. Namun, amat disayangkan hal itu tidak mampu ditangkap para pencelanya (atau memang mereka tidak mengerti sama sekali?). Memang tidak sama antara orang yang mengetahui dan tidak, serta amat berbeda antara orang yang ber-jihad dan yang selalu mencari-cari kekurangan para mujahid!
Pendekatan (taqrib) dan Perdamaian (ishlah)
Sesungguhnya penyatuan Sunni dan Syi'ah tidaklah dimaksudkan peleburan doktrin aqidah keduanya seperti yang sudah kami sebutkan. Imam Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi hanya mengupayakan tauhidus shufuf (pe-nyatuan barisan) di antara keduanya sebagai upaya rekonsiliasi, sekaligus koalisi untuk membendung arus zionist, ateisme, komunisme, sosialisme, kapitalis-me, imperialisme, dan hedonisme yang sedang meradang di pelosok bumi. Hal itu sudah kami jelaskan sebelumnya.
Nyatanya, Imam Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi bukanlah tokoh satu-satunya yang berupaya demikian. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menceritakan dalam Al Bidayah wan Nihayah-nya bahwa dahulu para ulama sudah mengupayakan pendekatan Sunni dengan Syi’ah , setelah kaum Syi’ah menyembelih kaum Sunni di Iraq, tetapi mereka lagi-lagi berkhianat dan selalu mengulang-ulang hinaan mereka terhadap para sahabat nabi setelah itu.
Imam Ibnu Katsir mengatakan:
وفيها اصطلح الروافض والسنة ببغداد، وذهبوا كلهم لزيارة مشهد علي ومشهد الحسين، وترضوا في الكرخ على الصحابة كلهم، وترحموا عليهم، وهذا عجيب جدا، إلا أن يكون من باب التقية، ورخصت الاسعار ببغداد جدا.
Pada tahun itu (yakni 442H) telah diupayakan perdamaian antara rafidhah (syi’ah) dengan ahlus sunnah di Baghdad, mereka semua pergi mengunjungi tempat syahidnya Al Husein. Mereka menunjukkan keridhaannya terhadap semua sahabat dan mereka menyatakan kasih sayangnya terhadap sahabat, ini sungguh mengherankan, ini  tidak lain adalah termasuk taqqiyahnya mereka, betapa murah harganya (yakni harga taqqiyah) di Baghdad. (Lihat Al Bidayah wa Nihayah, 12/77. Ihya At Tutrats Al ‘Arabi)
Pada zaman ini, kira-kira tahun 1940-an pun telah ada pemuka-pemuka umat yang berencana demikian, tetapi gagal lantaran pengkhianatan yang dilakukan pembesar-pembesar syi'ah dengan menjelek-jelekkan Ahlus Sunnah. Upaya itu diceritakan ulama Syiria, Syaikh Mushthafa As Siba'i Rahimahullah  (Syaikh Mushthafa As Siba'i, Al Hadits Sebagai Sumber Hukum, hlm. 23)
Pendekatan juga pernah dilakukan oleh ulama terkenal, Syaikh Jaarullah Musa Jaarullah Rahimahullah, dia langsung datang ke majelis-majelis ulama Syi’ah Iran. Walau lagi-lagi, upaya itu  gagal, karena sikap Syi’ah yang selalu mencela bahkan mengkafirkan sahabat nabi.
Para Syaikh ini menyimpulkan bahwa tidak mungkin menyatukan sunni dan syi’ah, karena asasnya sudah berbeda, dan mereka selalu berbohoing antara sikap dan tulisan-tulisan mereka. Ini karena mereka memiliki aqidah taqiyah (kepura-puraan).  
Oleh karena itu, apa yang dilakukan Syaikh Al Banna dan Syaikh Al Qaradhawi bukan hal yang baru, telah ada ulama terdahulu yang melakukannya, walau kita meyakini kegagalan akan terjadi lagi.  Masalahnya adalah kenapa kedua orang ini (Al Banna dan Al Qaradhawi) dicela yang dahulu tidak? Walau kita tidak menginginkan yang dahulu juga dicela. Tetapi, ini menunjukkan bahwa sikap redaksi VOA ISLAM dan Ahmad Al Udaini, dan semisal mereka, membangun sikapnya bukan di atas objektifitas, tetapi ‘ainus sukhti (mata kebencian). Wallahul Musta’an ..!

No comments:

Post a Comment

Comments System

blogger/disqus/facebook