Soal pokok yang menjadi titik perselisihan terpenting antara kaum Sunnah dan Syi'ah ialah, bahwa semua golongan kaum Muslimin di kalangan Ahlus-Sunnah meyakini sepenuhnya, bahwa Al Qur'anul Karim yang diturunkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw adalah Kitab Suci terakhir yang diturunkan bagi segenap ummat manusia. Semua kaum Muslimin kecuali kaum Syi'ah meyakini sepenuhnya bahwa Al Qur'an tidak pernah terkena perubahan dan penggantian. Bukan hanya itu saja, tetapi juga tidak akan pernah terkena perubahan atau revisi apapun juga hingga hari kiamat tiba. Al Qur'an akan tetap sebagai penguji kebenaran kitab-kitab suci yang lain, karena Allah sendirilah yang menjamin terpeliharanya Al Qur'an dari segala bentuk penggantian, pengubahan, pengurangan dan penambahan. Tidak seperti kitab-kitab suci yang lain di masa silam, yaitu yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa AS, Zabur dan Injil dan lain-lain. Semua kitab suci tersebut sepeninggal para Nabi dan Rasul yang bersangkutan tidak terhindar dari penambahan dan pengurangan. Mengenai terpeliharanya dan terjaganya Al Qur'an dari kemungkinan seperti itu, Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya:
"Sungguh, Kamilah yang menurunkannya (Al Qur'an) dan kamilah yang menjaganya." [Al Hijr: 9]Tidak meyakini terpelihara dan terjaganya Al Qur'an dari pengubahan, penggantian, pengurangan dan penambahan, menyeret ke arah sikap ingkar terhadapnya dan melumpuhkan syari'at agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw. Sebab sikap tidak meyakini kemurnian Al Qur'an memberi kesempatan kepada fikiran manusia untuk menilai kemungkinan terjadinya pengubahan, penggantian, pengurangan dan penambahan terhadap ayat-ayat suci Al Qur'an. Padahal sikap sedemikian itu menghancurkan aqidah dan iman, sebab soal keimanan tidak bisa lain harus dilandasi oleh aqidah dan keyakinan, bukan oleh perkiraan dan kebimbangan.
"Sungguh, Kamilah yang akan mengumpulkannay (ayat-ayat Al Qur'an) dan membacakannya, maka apabila telah Kami bacakan ikutilah pembacaannya, kemudian Kamilah yang akan menjelaskannya." [Al Qiyamah: 17,18, 19]
"Tidak disentuh oleh kebatilan dari depan ataupun dari belakang (secara terang-terangan ataupun secara samar-samar). Ia (Al Qur'an) diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." [Fushshilat: 42]
Kaum Syi'ah sebaliknya. Mereka tidak meyakini kemurnian Al Qur'an yang berada di tangan kaum Muslimin dewasa ini, sebagai kitab suci yang dijamin kemurniaannya oleh Allah SWT. Mereka mempunyai keyakinan yang sama sekali berlainan dengan keyakinan berbagai golongan dan madzhab Islam yang lain. Mereka mengingkari semua nash shahih yang terdapat di dalam Al Qur'an dan Sunnah. Mereka menentang ayat-ayat suci yang dianggapnya tidak dapat diterima oleh akal fikiran dan tidak dapat dibuktikan dengan kenyataan. Mereka bersikap congkak terhadap kebenaran dan tidak mengindahkannya.
Itulah sesungguhnya yang menjadi hakekat perselisihan antara Sunnah dan Syi'ah, atau dengan perkataan yang lebih tegas: antara kaum Muslimin dan kaum Syi'ah. [lihat catatan] Sebab seseorang tidak dapat disebut "Muslim" kecuali jika ia meyakini sepenuhnya, bahwa Al Qur'anul Karim diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Mengingkari kebenaran Al Qur'an tidak dapat diartikan lain kecuali mendustakan Rasul Allah saw.
Di bawah ini kami kemukakan beberapa keterangan resmi tentang keyakinan kaum Syi'ah mengenai Al Qur'an. Seorang ulama hadist terkemuka di kalangan Syi'ah, Al Kaliniy, yang oleh mereka dianggap sejajar dengan Al Bukhari di kalangan kaum Muslimin, mengetengahkan sebuah riwayat di dalam bukunya "Al Kafiy Fil Ushul" sebagai berikut:Dari Hisyam bin Salim, ia menerimanya dari Abu 'Abdullah 'alaihissalam yang mengatakan: "Al Qur'an yang dibawa malaikat Jibril kepada Muhammad saw terdiri dari tujuh belas ribu ayat." ["Al Kafiy Fil Ushul" Kitab Fadhul Qur'an, Bab Nawadir, hal. 634 Jilid II, Cetakan Teheran 1381H]Padahal sebagaimana diketahui oleh seluruh ummat Islam, ayat-ayat suci Al Qur'an jumlahnya hanya enam ribu ayat lebih sedikit. Seorang ahli tafsir Syi'ah, At Thibrisiy, dalam karangannya mengenai sebuah ayat suci dalam Surah "Ad Dahr" mengatakan: "Ayat-ayat Al Qur'an seluruhnya berjumlah enam ribu dua ratus tiga puluh enam ayat." [Tafsir "Majma'ul Bayan", oleh At Thubrisiy, hal. 406 Jilid X, Cetakan Teheran 1374H]
Itu berarti kaum Syi'ah merasa kehilangan duapertiga ayat Al-Qur'an! Mengenai hal ini Al Kafiy mengetengahkan sebuah riwayat dari Abu Bushair yang mengatakan sebagai berikut:
Pada suatu hari aku datang ke rumah Abu 'Abdullah a.s. Kukatakan kepadanya: "Aku ingin menanyakan suatu persoalan, tapi apakah ada orang lain yang mendengarkan kata-kataku?" Abu Abdullah kemudian mengangkat sebuah aling-aling yang memisahkan rumahnya dari rumah orang lain. Setelah melihat-lihat sebentar ia berkata: "Tanyakanlah apa yang kau inginkan!" Aku mulai bertanya: "Para pengikut anda mengatakan bahwasanya Rasul Allah saw mengajarkan kepada Ali suatu Bab yang dapat membuka seribu Bab (yakni: mengajarkan suatu ilmu yang melahirkan seribu cabang ilmu). Benarkah itu?" Abu Abdullah menjawab: "Ya, Rasul Allah telah mengajar Ali seribu Bab yang masing-masing Bab-nya melahirkan seribu Bab." Aku berkata kagum: "Demi Allah itulah ilmu!" "Hai Abu Muhammad (nama panggilan Abu Bushair), kami mempunyai sebuah jami'ah (kumpulan ayat-ayat Al Qur'an), tahukah engkau apakah jami'ah itu" Aku menyahut: "Tak tahulah aku." Abu Abdullah menerangkan: "Sebuah Shahifah (kitab) panjangnya 70 hasta Rasul Allah saw, diimlakan kepada Ali dari ucapan beliau dan ditulis oleh Ali dengan tangan kanannya. Di dalamnya terdapat segala hukum mengenai yang halal dan yang haram serta segala sesuatu yang perlu diketahui oleh ummat manusia, sampai soal mengenai kulit lecet." Ia lalu menyentuhkan tangannya pada badanku, sambil berkata: "Kulit yang lecet ini pun ada hukumnya!" Aku menyahut: "Demi Allah, itu benar-benar ilmu!" Ia berkata: "Ya, itu ilmu yang tiada taranya!" Ia diam beberapa saat, kemudian ia berkata: "Kami mempunyai Jafar, tahukah engkau apa arti Jafar?" Aku balik bertanya: "Apakah yang dimaksud dengan Jafar?" Abu Abdullah menerangkan: "Jafar adalah sebuah wadah dari kulit. Di dalamnya terdapat ilmu para Nabi, para penerima wasiat Nabi, dan ilmu para pendeta Bani Israil pada masa dahulu." Aku menanggapi: "Itulah ilmu!" Ia menyahut: "Itu memang ilmu yang tiada taranya!" Ia diam lagi beberapa saat, kemudian berkata lebih lanjut: "Kami mempunyai Mushhaf (Qur'an) Fatimah?" Aku balik bertanya: "Apakah Mushhaf Fatimah itu?" Ia menjawab: "Mushhaf yang berisi tiga kali lebih banyak dari Qur'an kalian! Tetapi demi Allah, tak ada satu huruf pun yang dicantumkan dalam Qur'an kalian ... dan seterusnya." ["Al Kafiy Fil Ushul" Kitab Al Hujjah Bab yang menyebut soal-soal Shahifah, Jafar, Jami'ah dan Mushhaf Fatimah, hal. 239, 240, 241, Jilid I, Cetakan Teheran]Dari riwayat yang penuh dengan kenaifan, ketakhayulan dan kebatilan seperti di atas itu, orang dapat mengetahui dengan mudah dasar-dasar yang melandasi keyakinan kaum Syi'ah. Riwayat tersebut secara terang-terangan menunjukkan seolah-olah Al Qur'an yang sekarang ini diyakini keaslian dan kemurniannya oleh seluruh kaum Muslimin, telah dikurangi atau dibuang tigaperempat isinya. Apakah yang hendak dikatakan oleh tokoh-tokoh Syi'ah yang pura-pura memungkiri tuduhan bahwa mereka telah mengubah Al Qur'an? Mereka memungkiri tuduhan itu hanya "taqqiyah" (kebohongan untuk menyelamatkan diri) guna mengelabui kaum Muslimin. Apakah yang hendak mereka katakan tentang dua buah riwayat yang dikemukakan oleh Muhammad Ya'qub Al Kaliniy, seorang ulama yang oleh mereka dikatakan telah bertemu dan menerima perintah dari "Imam Mahdi" serta memperoleh keridhoannya di alam ghaib?
Apalagi yang hendak mereka katakan dan apa pula yang hendak dikatakan orang lain mengenai tulisan Al Kaliniy itu?
Padahal sebagaimana diketahui, riwayat semacam itu tidak hanya satu atau dua saja, teatpi masih banyak riwayat dan hadist-hadist Syi'ah yang lain, yang semuanya menunjukkan bahwa Al Qur'an di kalangan mereka samasekali tidak terjamin kemurnian dan keaslianny. Qur'an yang ada di tangan kita sekarang ini bukanlah Qur'an kaum Syi'ah. Qur'an yang ada pada mereka adalah Qur'an yang sebagian sengaja dibuat-buat dan sebagian lainnya direvisi. Cobalah kita perhatikan apa yang diriwayatkan oleh kaum Syi'ah berasal dari Abu Ja'far.
Menurut penulis buku Syi'ah "Basha'irud Darajat", sebuah riwayat yang berasal secara berurut dari Ali bin Muhammad, dari Al Qosim bin Muhammad, dari Sulaiman bin Dawud, dari Yahya bin Adim, dari Syarik, dari Jabir mengatakan bahwasanya Abu Ja'far menceritakan sebagai berikut:
Di Muna (sebuah tempat dekat Makkah) Rasul Allah saw memanggil para sahabatnya supaya berkumpul, kemudian beliau menyampaikan wasiat: "Hai manusia, kutinggalkan pada kalian beberapa perintah Allah yang tidak boleh dilanggar, yaitu: Kitabullah, keturunanku, dan Ka'bah Al Baitul Haram." Abu Ja'far selanjutnya mengatakan: "Mengenai Kitab Allah telah mereka revisi, Ka'bah mereka hancurkan, dan keturunan beliau telah mereka bunuh. Amanat Ilahi yang telah dipercayakan kepada mereka telah mereka hancurkan semua." ["Basha'irud Darajat", Jilid VIII, Bab XVII, Cetakan Iran, 1285H]
Masih banyak lagi riwayat-riwayat selain itu, bahkan lebih terus terang. Sebuah riwayat yang dikemukan oleh Al Kaliniy di dalam Al Kafiy mengatakan sebagai berikut:
Abul Husein Musa as menulis sepucuk surat dari dalam penjara kepada Ali bin Suwaid: "Janganlah engkau tertarik oleh agama orang yang bukan dari golonganmu (Syi'ah) dan jangan pula engkau menyukai agama mereka; sebab mereka itu adalah kaum pengkhianat. Mereka telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada mereka. Apakah engkau tahu amanat yang dipercayakan kepada mereka? Mereka diberi kepercayaan menjaga Kitab Allah, tetapi mereka mengubah dan menggantinya ..." [Kitabur Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 125, Jilid VIII, Cetakan Teheran, hal. 61, Cetakan India]Riwayat lain yang semakna dengan itu juga diketengahkan oleh Al Kaliniy dari Abu Bushair dan dari Abu Abdullah as sebagai berikut:
Pada suatu hari aku (Abu Bushair) mengucapkan firman Allah 'Azza Wa Jalla di hadapan Abu Abdullah: "Haadza kitaabunaa yanthiqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab suci kita ini mengatakan kebenaran kepada kalian ...") Abu Abdullah menukas: "Kitab suci tidak dapat berkata dan tidak mungkin akan dapat berkata. Rasul Allah-lah yang mengatakan Kitab Suci, sebagaimana Allah berfirman: "Haadza kitaabunaa yunthaqu 'alaikum bilhaqqi" ("Kitab suci kita ini diucapkan kepada kalian dengan sebenarnya ..."). Aku menyahut: "Kami belum pernah membaca ayat seperti itu! (yakni: "yanthiqu" dibaca "yunthaqu"). Abu Abdullah menerangkan: "Begitullah. Allah telah menurunkan ayat tersebut kepada Muhammad saw melalui malaikat Jibril as, akan tetapi ayat itu telah diubah." [Kitabur Raudhah, buah tangan Al Kafiy, hal. 50, Jilid VIII, Cetakan Teheran, hal. 25, Cetakan India]Ulama besar kepercayaan Syi'ah, yaitu Ibnu Babuweih Al Qummiy, dalam sebuah buku yang ditulisnya mengetengahkan sebuah riwayat sebagai berikut:
Muhammad bin Umar Al Hafidz Al Baghdadiy mendengar dari sumber-sumber secara berurutan, yaitu dari Abdullah bin Bisyr, dari Al Ajlah, dari Abi Zubair, dan dari Jabir yang mengatakan: "Aku mendengar Rasul Allah saw bersabda: "Pada hari kiamat akan datang (menghadap Allah) tiga hal yang sama-sama mengadu, yaitu Mushhaf (Al Qur'an), Al Masjid (Al Haram) dan Al 'Itrah (keturunan suci). Mushhaf itu akan berkata: "Ya Allah, mereka membakarku dan mengkoyak-koyakku ... dan seterusnya." [Kitab "Al Khishal" karangan Ibnu Babuweih Al Qummiy, hal. 83, Cetakan Iran, 1302H)Seorang ahli tafsir Syi'ah terkenal, Sheikh Muhsin Al Kasyiy mengutip dari seorang ahli tafsir kenamaan yang termasuk ahli tafsir besar di kalangan Syi'ah, yang dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Abu Ja'far as menegaskan:
"Andaikata yang ada di dalam Kitabullah tidak ditambah dan tidak dikurangi, kebenaran kami tidak akan tersembunyi bagi orang yang berakal." [Tafsir "Ash Shafiy", oleh Muhsin Al Kasyiy, Mukadimah VI, hal. 10, Teheran]Benarlah apa yang telah dikatakan oleh Syeikh As Sayyid Muhibbuddin Al Khathib dalam risalahnya berjudul "Al Khuthuthul 'Aridhah", yaitu ketika beliau mengatakan: "... Al Qur'an yang semestinya harus menjadi dasar persatuan dan pendekatan antara kami dengan mereka pun tidak mereka yakini kebenarannya." Al Khatihib kemudian mengemukakan beberapa contoh (pada halaman 9 hingga 16) yang menunjukkan tidak adanya kepercayaan kaum Syi'ah kepada Al Qur'an yang ada di tangan kaum Muslimin dewasa ini. Mereka memandang Al Qur'an telah direvisi, diubah dan dikurangi.
Dalam sanggahannya terhadap tulisan tersebut Luthfullah Ash Shafiy dalam bukunya "Ma'al Khathib Fi Khuthuthihil 'Aridhah" halaman 48 hingga 82, dengan keras menolak tuduhan tersebut, dan memandang tuduhan itu tidak didasarkan pada alasan-alasan yang benar.
Ada beberapa keterangan Al Khathib yang tidak dapat dipungkiri oleh Ash Shafiy:
Pertama, ulama Syi'ah tersebut (Luthfullah Ash Shafiy ) tidak dapat memungkiri nash-nash resmi Syi'ah yang ditunjuk oleh Al Khathib sebagai bukti tentang keyakinan mereka mengenai revisi dan pengubahan Al Qur'an. Ia juga tidak dapat memungkiri sebuah buku yang ditulis oleh ulama Syi'ah terkemuka Al Haj Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An Nuriy At Thibrisiy sebagai ulama hadist terkemuka dan mempunyai kedudukan tinggi di kalangan kaum Syi'ah.
Kedua, Ash Shafiy sendiri telah menulis beberapa rumusan kalimat di dalam salah satu bukunya, yang dapat dipandang sebagai bukti tentang pendiriannya mengenai pengubahan Kitab Suci Al Qur'an.
Ketiga, Ash Shafiy pada akhirnya hanya mengatakan: "Tidaklah pada tempatnya soal tersebut dibesar-besarkan. Hal itu hanya akan memberi senjata kepada kaum orientalis Barat untuk mengatakan, bahwa Al Qur'an yang oleh kaum Muslimin dianggap terjaga dan terpelihara dari perubahan ternyata menjadi soal perselisihan, tak ubahnya seperti Taurat dan Injil." Apa yang dikatakan oleh Ash Shafiy itu tidak lain hanyalah pengakuan atas perbuatan kaum Syi'ah yang melakukan pengubahan Al Qur'an. Hal ini akan kami ketengahkan lebih terperinci pada bagian lain - insya Allah.
Keempat, Ash Shafiy dalam pembahasannya mengenai Al Qur'an sama sekali tidak menunjukkan nash-nash resmi duabelas Imam ma'shum mereka yang menegaskan bahwa mereka itu meyakini sepenuhnya kemurnian Al Qur'an tanpa adanya perubahan apa pun juga. Sebaliknya Al Khathib, ia menunjukkan dua riwayat dari dua orang Imam yang termasuk duabelas Imam Syi'ah, yang secara terus terang menyatakan, bahwa Al Qur'anul Karim telah diubah dan direvisi.
No comments:
Post a Comment