Tuesday, June 12, 2012

Syi'ah dan Al Qur'an - Bagian Keenam


Al-Kasyiy mengetengahkan riwayat lain lagi mengenai hal itu. Riwayat tersebut dikatakan berasal dari Hamduwaih yang mendengar dari Ayyub bin Nuh, ia mendengar dari Muhammad bin Al-Fadhl, berasal dari Shafwan yang mendengarkan dari Abu Khalid Al-Qummath, berasal dari Hamran yang berkata kepada Abu Ja'far a.s.: "Alangkah sedikitnya jumlah kita, seandainya kita berkumpul (untuk makan bersama), kita tidak akan menghabiskan seekor kambing!" Abu Ja'far menyahut: "Maukah engkau kuberitahu tentang sesuatu yang lebih aneh dari itu? Hamran menjawab: "Ya, baiklah." Abu Ja'far menerangkan: "Kaum Muhajirin dan Anshar telah pergi semua, kecuali tiga orang." [Rijalul Kasyiy, hal. 13]

Itulah beberapa soal tentang kebohongan dan kebatilan yang ada pada kaum Syi'ah.

Mereka tidak mempunyai jawaban yang dapat diterima akal fikiran kecuali ingkar dan membuat penafsiran lain (ta'wil). Mereka hanya dapat mengatakan, bahwa para sahabat Nabi itu telah menambah-nambah firman Allah untuk memuji-muji diri mereka sendiri. Mereka juga mengatakan, bahwa para sahabat Nabi menghapus ayat-ayat yang mencela pemikiran mereka yang mengancam mereka dengan adzab neraka. Mengenai hal itu Al-Kaliniy menyajikan sebuah riwayat yang dikatakannya berasal dari Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr yang mengatakan sebagai berikut: "Abdul Hasan a.s menyerahkan sebuah mushhaf kepadaku sambil berkata": "Lihatlah isinya." Mushhaf itu kubuka lalu kubaca ayat pertama Surah Al-Bayyinah. Ternyata kulihat ada tujuh puluh nama orang-orang Qureisy lengkap dengan nama-nama orang tua mereka (dinyatakan sebagai golongan kafir)." [Al Kafiy fil Ushul, Kitab Fadhlul Qur'an, Bab Nawadir, hal. 631, Jilid II, cet. Teheran; hal 670, Jilid I, cet. India.]

Sebagaimana telah kami sebutkan pada bagian terdahulu bahwa menurut riwayat yang dibuat oleh kaum Syi'ah 'Ali bin Abi Thalib menyerahkan kumpulan ayat-ayat Al-Qur'an kepada kaum Muhajirin dan Anshar. Ketika dibuka oleh Abu Bakar lembar pertama ditemukan ayat- ayat yang menjelek-jelekkan kaum Muhajirin dan Anshar. Karena itu ia lalu mengembalikan kumpulan ayat-ayat tersebut kepada 'Ali seraya berkata: "Kami tidak membutuhkan hal ini." [Unzur Awwalal Maqal Riwayat At Thibrisiy dalam Al Ihtijaj, hal. 86 dan 88.]

Seorang ulama Syi'ah bernama Malla Muhammad Taqiy Al-Kasyaniy dalam bukunya berbahasa Persia, "Hidayatuth Thalibin", terdapat uraian yang terjemahannya sebagai berikut:
"'Utsman memerintahkan salah seorang sahabatnya, Zaid bin Tsabit, musuh 'Ali, supaya menghimpun ayat-ayat Al-Qur'an dengan membuang kebaikan-kebaikan Ahlul-Bait dan kejelekan-kejelekan musuh-musuh Ahlul Bait. Al-Qur'an yang sekarang ini ada di tangan kaum Muslimin Qur'an yang kita kenal itu, adalah Mushhaf 'Utsman, yaitu Qur'an yang dihimpun atas perintah 'Utsman." [Hidayatuth Thalibin, hal. 368, cet. Iran, tahun 1282H.]
Seorang ulama besar Syi'ah yang mendapat gelar Syeikhul Islam dan Khatimatul-Mujtahidin, bernama Al-Malla Muhammad Baqir Al- Majlisiy menulis sebagai berikut:
"Orang-orang munafik telah merampas kekhalifahan 'Ali, begitulah mereka berbuat terhadap seorang Khalifah. Sedang Khalifah kedua telah merobek-robek Kitabullah." [Hayatul Qulub, Bab Hijjatul Wada' nomor 49, hal. 681, Jilid II, dalam bahasa Persia, cet. India.]
Dalam bukunya yang lain lagi ia mengatakan, bahwa 'Utsman menghapuskan tiga hal dari Al-Qur'an, yaitu keutamaan Amirul Mu'minin 'Ali, keutamaan Ahlul-Bait dan kejelekan Qureisy termasuk tiga orang Khalifah. Misalnya ayat Al-Furqan:28 yang diubah hingga berbunyi: "Alangkah baiknya kalau aku dahulu (di dunia) tidak menjadikan Abu Bakar sebagai teman karib." [Tadzkiratul A'immah, hal. 9]

Karena kaum Syi'ah hendak mengingkari kedudukan para sahabat Nabi yang mendapat pujian dari Allah swt. Dalam Al-Qur'anul-Karim, mereka tidak bisa lain harus mengingkari firman Allah, sebab Al- Qur'an mengandung keterangan-keterangan mengenai kegiatan dan perjuangan para sahabat Nabi, terutama Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman - radhiyallahu 'anhum ajma'in. Menurut kenyataan, penghimpunan ayat- ayat Al-Qur'an dilakukan atas perintah Abu Bakar Ash-Shiddiq berdasarkan saran 'Umar Ibnul-Khattab hingga mencapai penyelesaiannya yang terakhir pada zaman kekhalifahan 'Utsman. Dengan demikian tiga orang Khalifah tersebut telah berhasil memperoleh keutamaan besar. Semoga Allah berkenan melimpahkan pahala dan karunia-Nya yang sebaik- baiknya kepada mereka bertiga. Ketika kaum Syi'ah melihat sendiri bahwa melalui tangan-tangan mereka itu Allah menjaga kemurnian dan kelestarian Al-Qur'an sebagai sumber terpokok ajaran Islam, kaum Syi'ah melancarkan sikap permusuhan dan kebencian kepada mereka. Atas dorongan kedengkian dan kebenciaannya itu kaum Syi'ah terperosok ke dalam sikap hendak menghancurkan Al-Qur'an itu, lalu dengan serta- merta melontarkan tuduhan yang bukan-bukan, seperti "revisi", "diubah" dan lain sebagainya, padahal mereka sendiri yang merevisi dan mengubahnya.

Al-Maisam Al-Bahrani menuduhkan sepuluh kejelekan untuk menjatuhkan nama baik Khalifah 'Utsman, yaitu tuduhan-tuduhan yang selama ini dimamahbiak oleh kaum Syi'ah terhadap prbadi Khalifah ketiga itu. Tuduhan yang ketujuh mengatakan, bahwa 'Utsman memerintahkan kaum Muslimin hanya membaca Al-Qur'an yang dihimpun oleh Zaid bin Tsabit saja, sedangkan Mushhaf-Mushhaf yang lain dibakar habis, dan membatalkan ayat-ayat Al-Qur'an yang tidak diragukan turun dari Allah." [Syarah Nahjul Balaghah, hal. 1, Jilid XI, cet. Iran.]

Dengan tindakan dan sikap seperti itu kaum Syi'ah bermaksud mendiskreditkan para sahabat Nabi terkemuka itu, yang oleh mereka dituduh merampas hak kepemimpinan 'Ali dan anak keturunannya, baik sebagai Khalifah maupun sebagai Imam. Kaum Syi'ah juga mengatakan, para sahabat Nabi itu tidak mau melihat adanya nash-nash dalam Al- Qur'an yang mengungkapkan cacad dan kekurangan mereka. Dalam upaya membenarkan tuduhan itu kaum Syi'ah sengaja membuat dan menambah ayat- ayat yang sesuai dengan keinginan mereka. Seperti Al-Kaliniy, misalnya, dalam "Al-Kafiy" ia mengetengahkan sebuah riwayat yang dikatakannya berasal dari Abu Hamzah, bahwasannya Abu Ja'far pernah menegaskan sebagai berikut: "Jibril turun membawa ayat":
"Sungguh, orang-orang yang ingkar dan berlaku zhalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya, mereka itu tidak akan memperoleh ampunan Allah dan mereka tidak akan diberi petunjuk jalan selain jalan ke neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya, dan yang demikian itu mudah bagi Allah." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 268, cet. India] (Yang digarisbawahi adalah tambahan mereka terhadap ayat An Nisaa' 168-169)
Riwayat Syi'ah lainnya yang berasal dari Abu Hamzah juga mengatakan bahwa Abu Ja'far pernah berkata: "Jibril turun membawa ayat kepda Muhammad saw.":
"... Orang-orang yang zhalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya mengubah ucapan (hingga berbeda dari apa yang dikatakan kepada mereka), lalu Kami turunkan kepada mereka yang berlaku zhalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya, bencana dari langit, karena kefasikan mereka." [Al Kafiy, Kitab Al Hujjah, hal. 424, cet. Teheran; hal. 267, cet. India] (Yang digarisbawahi adalah tambahan mereka terhadap ayat Al-Baqarah:59).
Al-Qummiy mengatakan, bahwa ayat yang berbunyi:
"Sekiranya engkau melihat bagaimana keadaan orang-orang yang berlaku zhalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya pada saat malaikat mengulurkan tangan sambil sakratulmaut, yaitu pada saat malaikat mengulurkan tangan sambil berkata 'keluarkanlah nyawamu', pada saat itu kalian dibalas dengan adzab yang sangat menghinakan."
Al-Qummiy mengatakan bahwa Abu 'Abdullah telah berkata bahwa ayat itu tertuju kepada Mu'awiyah, orang-orang Bani Umayyah dan sekutu-sekutu serta pemimpin-pemimpin mereka. [Tafsir Al Qummy, hal. 211, Jilid I, cet. Najf-Irak.]
Mengenai akhir Surah Asy-Syu'ara, Al-Qummiy mengatakan: "Kemudian Allah menyebut keluarga Muhammad dan para pengikut mereka yang telah memperoleh hidayat, dengan firman-Nya":
"Kecuali yang beriman dan berbuat kebaikan, banyak mengingat Allah dan hanya membela diri sesudah diperlakukan secara zhalim". "Setelah itu Allah menyebut musuh-musuh keluarga Muhammad saw. dan orang-orang yang berlaku zhalim terhadap mereka, dengan firman-Nya": "Mereka yang berlaku zhalim terhadap keluarga Muhammad dan hak-haknya akan mengetahui bagaimana kesudahannya (ke tempat mana akan kembali)."
Al-Qummiy menambahkan: "Begitulah yang diturunkan, demi Allah!" [Tafsir Al Qummy, hal. 125, Jilid II, cet. Najf-Irak.] (Pemalsuan terhadap ayat Asy-Syu'ara:227).

Sebagaimana diketahui, apa yang dikatakan oleh Syi'ah tentang "keluarga Muhammad dan hak-haknya" seperti yang terdapat dalam riwayat-riwayat tersebut diatas bukan lain hanyalah suatu kebohongan yang mereka ciptakan sendiri dengan mengatasnamakan Allah swt.

Di bawah ini kami kemukakan sebuah riwayat panjang yang disajikan oleh At-Thibrisiy di dalam "Al-Ihtijaj". Riwayat tersebut menerangkan kepada kita soal apa yang mereka namakan "keluarga Nabi dan hak-haknya". Menurut At-Thibrisiy, pada suatu hari ada seorang zindiq mengajukan berbagai pertanyaan kepada 'Ali bin Abi Thalib, yang dijawab olehnya sebagai berikut:
"Allah menyebut nama beberapa orang Nabi dengan nama kiasan (kinayah) tidak bertujuan lain kecuali supaya difikirkan oleh orang-orang yang berusaha mengetahui hal-hal ghaib dengan pandangan batin (ahlul- istibshar). Mengenai nama-nama kiasan di dalam Al-Qur'an yang mengenai orang-orang munafik yang melakukan kejahatan besar, bukanlah berasal dari Allah Ta'ala, melainkan dari orang-orang yang mengubah dan mengganti ayat-ayat Al-Qur'an. Merekalah yang menjadikan Al- Qur'an terbagi-bagi (ada yang harus dipercaya dan ada yang boleh tidak dipercaya), yaitu orang-orang yang menukar agama dengan keduniaan.
Mengenai kisah mereka yang mengubah-ubah Al-Qur'an, Allah telah menjelaskan dengan firman-Nya:
"Mereka itu ialah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian mengatakan: "Kitab ini dari Allah' dengan tujuan supaya banyak orang membelinya dengan harga murah." "Mereka yang lidahnya komat-kamit membaca Kitab ..."
Lebih jauh 'Ali menegaskan:
"Sepeninggal Rasul Allah mereka memasukkan kalimat-kalimat yang tidak semestinya, yaitu kalimat-kalimat yang dapat mereka pergunakan untuk menegakkan kebatilan mereka. Sama halnya dengan perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengubah Taurat dan Injil serta mengubah-ubah kalimat secara tidak pada tempatnya, sepeninggal Nabi Musa dan Nabi 'Isa. Mengenai hal ini Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya: "Mereka hendak memandamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut mereka, akan tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya (agama-Nya)."
Itu berarti mereka telah menetapkan di dalam Al-Qur'an sesuatu yang tidak difirmankan Allah untuk menimbulkan keragu-raguan orang terhadap Khalifah (yakni 'Ali sendiri). Karena itu Allah membuat hati mereka menjadi buta sehingga mereka membiarkan semua ayat-ayat yang menunjukkan perbuatan mereka merevisi dan mengubah ayat Al-Qur'an. Mereka berbuat kebohongan dan penipuan serta menyembunyikan hal-hal yang sebenarnya mereka ketahui. Oleh karena itu Allah berfirman tertuju kepada mereka:
"Mengapa kalian mencampuradukkan yang hak (kebenaran) dengan yang batil ."
Allah kemudian mengumpamakan mereka sebagai berikut:
"Yang berupa buih akan lenyap tak ada harganya, adapun yang bermanfaat bagi manusia ia akan tetap berada di bumi."
Yang dimaksud dengan 'buih' dalam hal ini ialah omongan orang-orang kafir yang dimasukkan ke dalam Al-Qur'an. Semuanya itu pasti akan musnah, tak ada bekas kegunaannya sama sekali. Adapun yang bermanfaat bagi manusia di dalam Al-Qur'an itulah yang benar-benar diturunkan Allah, yaitu ayat-ayat suci Al-Qur'an yang tidak disentuh kebatilan apa pun juga dan dapat diterima dengan hati dan fikiran. Sedangkan yang dimaksud dengan 'Bumi' ialah tempat ilmu tersimpan. Prinsip 'taqiyyah' secara umum tidak memperbolehkan adanya pernyataan secara terang-terangan mengenai nama orang-orang yang melakukan pengubahan Al-qur'an itu. Juga tidak memperbolehkan penambahan ayat-ayat yang telah mereka tetapkan di dalam Al-Qur'an menurut kemauan mereka sendiri. Sebab pernyataan seperti itu akan memperkuat alasan bagi orang-orang yang hendak melumpuhkan agama, dan memperkuat hujah bagi para penganut agama yang telah diselewengkan, untuk menolak kami.

Mengenai pertanyaanmu tentang sikap mereka yang pura-pura tidak mengerti firman Allah: "Jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak- anak yatim, maka nikahilah wanita yang baik bagi kalian."

Menikahi wanita tidak ada kaitannya dengan persoalan anak-anak yatim, lagi pula tidak semua wanita (janda) itu mempunyai anak yatim. Masalah tersebut termasuk yang telah kami sebutkan, yaitu orang-orang munafik itu telah menghapuskan ayat-ayat Al-Qur'an antara firman mengenai anak-anak yatim dan firman mengenai menikahi wanita, yang banyaknya lebih dari sepertiga Al-Qur'an.

No comments:

Post a Comment

Comments System

blogger/disqus/facebook