Saturday, March 9, 2019

Tentang Dilan



Anakku...

Semoga kau tak seperti Dilan, yang senangnya merayu anak perempuan orang.
Jangan lemah seperti Dilan, menanggung rindu saja dia sudah tak kuat. Mengarungi kehidupan di dunia ini kita harus kuat, terutama berperang melawan syahwat.

Jangan sok keren seperti Dilan, karena memuji kecantikan wanita dan bisa jatuh cinta pada sore harinya adalah gombal. Anak muda itu bukan penggombal, tapi ia pejuang dalam menjaga hatinya agar selalu berpaut pada ALLAH.

Jangan menjadi psikopat seperti Dilan, Nak. Menghilangkan jejak kehidupan seseorang hanya karena katanya ia menyakiti wanita yang disenanginya. Jika kau pemberani dan bernyali, kau akan berjuang menghilangkan kemungkaran di medan da'wah dan jihad.

Pemuda itu, sebelum tidur selalu bermuhasabah atas hari yang dilewatinya, bukan mengucapkan selamat tidur secara diam-diam kepada wanita yang dipacarinya.

Duh, Nak...anak lelaki itu harus tahu bahwa kegagahannya untuk memuliakan Islam dan kaum muslim. Kegagahan bukan untuk bermaksiat kepada ALLAH dan menjerumuskan diri dan anak perempuan orang dalam kekejian pergaulan.
Semoga generasi muda muslim selalu mampu menjaga kehormatannya, memuliakan lawan jenisnya dengan menjaga interaksi. Tidak memperturut hawa nafsu dan punya "standar keren" yang benar.

Tadabburilah kisah si-Ganteng nan Sholeh Mush'ab bin Umair. Ia gagah, ganteng, kaya raya, parlente, terhormat, dan cerdas. Tapi tak pernah ia pakai semua itu untuk menggombali para wanita. Ia bahkan meninggalkan semua keglamoran kehidupannya lalu berhijrah ke Islam dan menjadi penerus lisan RosuluLLAH shollaLLAHU 'alayhi wasallam. Ia wafat dalam kemiskinan setelah menjadi wasilah hidayah bagi penduduk Madinah. Lalu apa bagiannya di sisi ALLAH? ALLAH dan Rosul-Nya meridhoinya.

Lalu di mana posisi Dilan? Ia adalah karakter fiktif yang melenakan banyak muda mudi.

Sekali lagi, Nak...jangan seperti Dilan ya...
Hancur hati Bunda membayangkannya.

===========================

Dilan adalah anakku, karena aku Ummu Ajyal, ibu generasi, seharusnya tak kau biarkan dia bercumbu ataupun merayu Milea...

Dilan adalah anakku, seharusnya kau siapkan penghulu menikahkannya dengan Milea, minta mereka mengikat cinta di pernikahan sakral berdasarkan agama, menjaga kesucian gejolak muda mereka.Apa susahnya bagimu hei penguasa?

Dilan adalah anakku jangan kau bangun taman kemaksiatan untuk para remaja ,bangunkanlah sebuah rumah tangga yang di dalamnya bertabur sakinah mawaddah wa rahmah agar lebih mulia buat mereka.

Dilan adalah anakku, seusia SMA seharusnya sudah menjadi imam di hadapan orang-orang bertaqwa..Tapi kenapa kau jadikan dia pemmpin dalam kemaksiatan ahli neraka.

Dilan adalah anakku, kau hancurkan masa depat akhiratnya demi alasan pariwisata dan literasi novel cinta yang menggelorakan seksual sedari muda.
Dilan adalah masa depan bangsa, jika kau ingin kelak dia menjadi pemimpin yang meninggikan harkat dan martabat bangsa dan negaranya yang kau matangkan bukan seksualnya tapi akal benarnya...

Apa yang membuatmu gila memfasilitasi sarana maksiat para pemuda, apakah kau ingin suara milenial untuk tuanmu agar membahana hingga terpilih periode kedua.

Tidakkah kau sadar betapa berat kegelisahan ayah melihat puterinya dibawa bercinta oleh lelaki yang tak jelas akhlaknya.

Tidakkah kau punya mata melihat batin setiap ibunda, ketika susah payah mejaga kesucian puterinya ternyata menjadi korban cinta terlarang.

Tidakkah hatimu merasakan betapa beratnya guru mendidik, ustadz ustadzah membina agar terwujud keshalehan generasinya,tapi kau hancurkan karena kau berkuasa.

Dilan adalah anakku.....

===================

Siapa Dilan?

Jika pertanyaan ini dilontarkan kepada anak-anak seusia SMP SMA jaman sekarang...yah secara statistika 80 persen akan tahu jawabannya. Apalagi sekarang filmnya masih diputar di sebagian besar bioskop di tanah air.
Siapa Al-Fatih?

Jika pertanyaan ini dilontarkan kepada anak-anak seusia SMP dan SMA jaman sekarang..yah secara statistika hanya dibawah 50 persen dari mereka yang kenal dan bisa menjawab dengan benar.

Dilan adalah kisah fiktif sedang Al Fatih adalah kisah nyata bagian dari sejarah umat, penakluk Konstantinopel. Meski Dilan fiktif namun diambil dari kisah-kisah kebanyakan anak SMA di tahun 1990. Dan itulah potret hasil pendidikan yang berbeda.

Di film Dilan hanya ditampakkan mamanya saja. Seorang ibu gaul, trendy, kekinian, agak tomboy, permisif. Bahkan saat dipanggil ke sekolah dan ditanya oleh pacar Dilan apa pandangannya saat Dilan di skors kerena memukul guru-nya jawabannya santai saja...seolah tak masalah...kurang lebih begini versi redaksional saya.

" Yah, apa yang dilakukan Dilan adalah bagian dari pilihan anak muda. Itu wajar..".

Tidak menampakkan wajah prihatin akan perkembangan jiwa anaknya. Bahkan kurang peka saat si Dilan mau ijin pergi diajak anggota geng motornya menyerang sekolah lain. Ga ada yang memberikan input penyadaran diri pada Dilan maka tak heran dia menjadi ketua geng motor.

Bagaimana dengan ortu Al-Fatih? Tentunya saya juga tahu dari film dan buku-buku yang ada. Sebab ia hadir jauh sebelum saya ada.

Ortu Al-Fatih seorang raja..sejak kecil mereka peduli dengan pendidikan dan perkembangan anaknya. Calon penerus kerajaan. Sejak kecil sudah dipanggilkan guru khusus mengajar ilmu agama, ilmu pemerintahan dan juga ilmu matematika. Lingkungan sangat mendukung. Tak heran Al-Fatih kecil tumbuh jadi pemuda yang kuat fisiknya, kuat pemikirannya dan tentunya kuat mentalnya di usia SMA saat ini. Hingga akhirnya ayahnya sakit. Sehingga Al-Fatih remaja diangkat menjadi raja.

Apa yang terjadi jika Al-Fatih dididik ala Dilan? Mau bilang apa saat diminta memegang pemerintahan? Mungkin Al-Fatih akan berkata.

"Takut menjadi raja itu hanya milik orang yang tidak percaya diri. Dan kini aku sedang tidak percaya diri..."

Atau

"Takut jadi raja itu berat. Kau tak akan kuat..biar aku saja (yang takut).."
Sampai disini sudah kelihatan beda input maka beda pula outputnya. Garbage in garbage out.

Jika kita saat ini sebagai orang tua cobalah untuk jujur dari dalam hati tanyakan diri. Anakku kelak ingin menjadi seperti siapa? Seperti Dilan apa seperti Al-Fatih?

Jika ingin seperti Dilan cukup contoh cara mama Dilan membesarkan dia. Jika ingin menjadi Al-Fatih maka itu lebih berat..tapi aku yakin kau akan kuat...asalkan kau selalu dekat dan minta pertolongan pada Allah. 😊😉.
Mungkin telah banyak ikhtiar yang kita lakukan agar anak kita menjadi sholeh sholehah.

Sekolah di tempat terbaik, menjaga dari kecanduan games atau gadget, membelikan setumpuk buku berkualitas dll. Namun kita tak mampu mengawasi mereka sepanjang waktu 24 jam. Hanya Allah lah sebaik-baik penjaga. Dialah yang Maha Menggenggam lintasan hati dan pikiran anak kita. Maka amat bijaklah jika setiap usai sholat lantunkan doa agar Allah selalu jaga anak-anak kita dan jaga fitrahnya agar tetap dalam kerangka keridhoan-Nya.

Selain ikhtiar yang terlihat juga lakukan ikhtiar tak terlihat. Perbanyak amal sholeh agar menjadi wasilah kesholehan mereka. Bahkan manusia sekelas Ibrahim pun dan beliau memiliki putra sekelas Nabi Ismailpun masih setia berdoa sehabis sholat..


Apalagi kita? Bukan Nabi, bukan Rasul bukan Shalafusshalih Sahabat Nabi. Kita hanyalah orang tua akhir zaman yang ingin selamat.
Ya Rabb lindungi kami. Jadikan kami dan keturunan kami hamba-Mu yang Kau ridhoi.

Aamiin

Disadur dari berbagai sumber.


No comments:

Post a Comment

Comments System

blogger/disqus/facebook