Kedua : Quraish tidak cermat dan kurang teliti dalam penukilan. Setelah diteliti, didapatkan bahwa Imam Qurtubi menyatakan hal itu dalam tafsirnya yang bernama : “ Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an ” , dalam tafsir tersebut Imam Qurtubi menulis :
” Pendapat ini lebih kuat atas dasar kehati-hatian dan memperhatikan kebejatan manusia, maka seorang perempuan tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak yaitu wajah dan telapak tangannya ” [1]
Ketiga : Ketidakcermatan Quraish dalam menukil pendapat Imam Qurtubi berakibat fatal. Karena Quraish menyebutkan bahwa Imam Qurtubi membolehkan seorang perempuan membuka wajah dan tangannya. Padahal sebagaimana penulis nukilkan dari tafsirnya sebagaimana tersebut di atas, ternyata Imam Qurtubi hanya membolehkan seorang perempuan membuka wajah dan telapak tangannya saja ( bukan tangan ). Di sini harus dibedakan antara tangan dengan telapak tangan. Kalau seorang awam membaca tulisan Quraish tersebut, mungkin dia akan langsung memakai baju lengan pendek, dengan alasan bahwa tangan bukanlah aurat. Mudah –mudahan Quraish memahami kesalahan ini, kemudian mau memperbaikinya.
Contoh Kedua :
Selanjutnya Quraish menulis :” Pakar hukum dan tafsir Ibn al-Arabi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ath-Thahir Ibn ‘Asyur, berpendapat bahwa hiasan yang bersifat khilqiyah/melekat adalah sebagian besar jasad perempuan, khususnya wajah, kedua pergelangan tangannya (yakni sebatas tempat penempatan gelang tangan) kedua siku sampai dengan bahu, payudara, kedua betis dan rambut.Sedangkan hiasan yang diupayakan adalah hiasan yang merupakan hal-hal yang lumrah dipakai perempuan seperti perhiasan, perendaan pakaian,dan memperindahnya dengan warna-warni, demikian juga pacar, celak, siwak, dan sebagainya. Hiasan khilqiyah yang dapat ditoleransi adalah hiasan yang bila ditutup mengakibatkan kesulitan bagi wanita seperti wajah, kedua tangan dan kedua kaki, lawannya adalah hiasan yang disembunyikan/harus ditutup seperti bagian atas kedua betis, kedua pergelangan, kedua bahu, leher dan bagian atas dada dan kedua telinga.” [2]
Ada beberapa catatan terhadap nukilan Quraish di atas :
Pertama : Dalam menukil perkataan ulama, Quraish tidak merujuk langsung kepada referensi primer, tetapi Quraish hanya menggunakan referensi sekunder, padahal referensi primer itu ada dan sangat terkenal, yaitu ” Ahkam Al Qur’an ” karya Ibnu Al Arabi. Akibatnya kadang yang disebutkan oleh referensi sekunder itu tidak sama dengan apa yang terdapat dalam referensi primer.
Kedua : Quraish tidak cermat dan kurang teliti dalam penukilan. Karena setelah diteliti ternyata apa yang dinukil oleh Quraish berbeda dengan apa yang terdapat dalam buku aslinya ” Ahkam Al Qur’an “. Dalam buku tersebut Ibnu Al Araby menyatakan bahwa yang boleh nampak adalah wajah dan telapak tangan [3]( bukan tangan ) sebagaimana yang dinukil oleh Quraish. Kedua istilah tersebut harus dibedakan.
Contoh Ketiga :
Quraish menulis : “Dalam satu riwayat yang dinisbahkan kepada Abu Hanifah dinyatakan bahwa menurutnya kaki wanita bukanlah aurat dengan alasan bahwa ini lebih menyulitkan dibandingkan dengan tangan, khususnya wanita-wanita miskin di pedesaan yang (ketika itu) seringkali berjalan tanpa alas kaki untuk memenuhi kebutuhan mereka” [4].
Tanggapan terhadap tulisan ini, sudah penulis ungkapkan pada halaman sebelumnya. Yang pada intinya Quraish telah melakukan beberapa kesalahan :
Pertama : Beliau menukil pendapat Abu Hanifah dari buku kontemporer sehingga terjadi banyak kejanggalan dan kesalahan.
Kedua : Beliau menyebutkan bahwa “ kaki wanita “ bukanlah aurat. Padahal yang dimaksud adalah telapak kaki. Ini menunjukkan ketidakcermatan beliau di dalam menerjemahkan.
Ketiga : Bahwa yang benar dari riwayat Abu Hanifah bahwa telapak kakipun aurat.
[1] Al- Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, ( Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah ) 1993 M, juz XII, hlm : 152
[2] M . Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, hal 70
[3] Silahkan dirujuk Ibnu al Arabi al Maliki, Ahkamul Qur’an , ( Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Cet Ke I ) Juz III, hlm : 381-382
[4] M . Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, hal 48
|
No comments:
Post a Comment