Tuesday, May 8, 2012

Jilbab Kewajiban Muslimah ( XIV. Tidak Seimbang Dalam Penukilan.)


Dalam bukunya, Quraish  tidak adil di dalam menyebut berbagai pendapat yang ada. Bahkan terkesan, bahwa beliau lebih cenderung kepada pendapat yang tidak mewajibkan jilbab, yang dalam hal ini diwakili oleh cendekiawan kontemporer. Kecenderungan ini sangat kentara ketika beliau menukil pendapat para ulama dari empat madzhab yang populer, bahkan pendapat mayoritas ulama dari dulu hingga sekarang yang jumlahnya tidak terhitung lagi, baik yang mewajibkan untuk menutup semua tubuh wanita tanpa kecuali, maupun yang membolehkan untuk membuka wajah dan telapak tangannya saja serta dalil-dalilnya dari Al Qur’an dan Sunnah dan lain-lainnya. Itu semua hanya ditulis dalam 62 halaman saja.
 
Sedangkan, ketika beliau menukil pendapat beberapa gelintir cendekiawan yang tidak mewajibkan jilbab – yang dalam hal ini diwakili oleh dua orang saja- , yaitu : Syahrur dan Asymawi, ditulis sebanyak  49 halaman, padahal keduanya bukanlah ulama,  yang tidak berhak sama sekali untuk  berbicara masalah hukum dengan segala rinciannya. Seakan-akan Quraish membandingkan keilmuan dua orang tersebut dengan keilmuan mayoritas ulama yang dulu, dan yang  sekarang, yang mungkin jumlahnya sampai jutaan orang. Yang unik dari Quraish Shihab, adalah ternyata beliau sendiri mengakui bahwa Syahrur di dalam memaparkan pandangannya tentang jilbab tidak menggunakan dasar dalil, kecuali subyektitas belaka. Quraish  Shihab menulis : “ Kelompok pertama , mengemukakan pendapatnya tanpa dalil keagamaan ataupun kalau ada, maka itu sangat lemah lagi tidak sejalan dengan kaidah-kaidah dan disiplin agama ” [1]. Beliau juga menulis : “ Pendapat-pendapat di atas mereka kemukakan tanpa dalil kecuali subyektifitas mereka ” [2]

[1] M . Quraish  Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah,  hal 117
[2] M . Quraish  Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah,  hal 118

No comments:

Post a Comment

Comments System

blogger/disqus/facebook